Indonesia adalah sebuah Negara mayoritas muslim terbesar di dunia, namun miris ketika melihat Indonesia di terpa berbagai musibah akhir-akhir ini. Mulai gempa dan tsunami di Aceh, Lumpur lapindo di Sidoarjo yang belum berkesudahan, kemudian di susul dengan gempa di Padang, angin puting beliung, jebolnya tanggul bendungan, banjir tahunan Jakarta, cuaca ekstrem, kecelakaan kereta api, sampai pada banjir bandang di Wasior Papua dan banyak lagi musibah yang terjadi.
Keterpurukan yang di alami umat Islam saat ini tidak hanya berupa musibah bencana alam namun juga bencana sistemik yang begitu kompleks meliputi segala aspek kehidupan. Dalam bidang ekonomi, umat Islam di suguhkan dengan sistem ekonomi kapitalis yang mana hanya menguntungkan pihak pemilik modal, sedangkan yang miskin makin sekarat. Melalui sistem ini juga kita terus berhutang kepada bank dunia yang notabenenya mencari keuntungan dari Negara berkembang dengan memberikan bunga yang sungguh luar biasa tingginya, hingga bayi yang lahir di negeri ini menanggung hutang Negara sebesar kurang lebih Rp. 4 juta/kepala. Dalam bidang pendidikan, kita tentu sering mendengar berita tentang sekolah yang rubuh, hancur, dan tidak layak pakai. Itu baru dari segi sarana, dari segi kurikulum yang sering berubahpun menyebabkan banyak masalah, biaya mahalpun tidak kalah menjadi momok keprihatinan kita. Kemudian dari segi sosial dan budaya, kita di gempur dengan berbagai tayangan pornografi, pornoaksi, dan budaya permisif yang maha liberalnya. Disini media kafir berupa elektronik dan massa memiliki peranan penting dalam menciptakan atmosfer budaya hedonisme dan liberalisme. Dari segi hukum, ketidakadilan begitu jelas terlihat. Tentu kita masih ingat bagaimana seorang nenek pencuri kakao yang dipidana tiga bulan. Bandingkan dengan para pelaku korupsi dan penyelewengan dana BLBI, Century, mafia kasus peradilan, sampai dana gelap POLRI hilang begitu saja dengan berita yang menyudutkan umat Islam. Lalu dimana mereka, meraka sekarang sedang menikmati uang rakyat yang berasal dari pajak yang selalu dibayar dengan dalih “tidak bayar pajak, apa kata dunia”.
Kata itu seolah menjadi keloyalitasan rakyat terhadap Negara, namun ternyata yang menikmati adalah para tikus-tikus berdasi.
Lalu bagaimana dengan penguasa dan pemerintah, ternyata penguasa kita lebih cepat tanggap masalah apabila itu mengancam dirinya, namun bila itu berkaitan dengan urusan rakyatnya, kita akan melihat ia begitu lamban dan menunda-nunda. Ketika penguasa kita begitu tanggap dengan wacana dirinya sebagai target teroris, dan begitu gemetarnya ia ketika pengadilan HAM di Den Hag ingin memperkarakannya perihal kasus RMS, dia langsung curhat kapada rakyatnya dengan pidatonya yang super lebay, tahukah kamu anggaran pidatonya 1,9 miliar. Tapi ketika bencana di Wasior ia masih sempat nonton Bola bareng dan menunda kunjungannya ke Papua dengan berbagai alasan. Ia juga terkesan cuci tangan dengan mengatakan kalau bencana yang terjadi bukanlah karena pembalakan kayu liar dan ini adalah masalah kabupaten bukan pusat.
Pemerintah yang tidak pro dengan rakyatpun terlihat dari berbagai kebijakan yang mereka keluarkan, ingatkan kita tentang anggaran dan gedung baru DPR yang mencapai 1.8 triliyun, kemudian mobil mewah pejabat dan presiden yang termasuk mobil termewah di dunia, dana plesiran atau kunjungan keluar negeri untuk DPR yang mencapai 19,5 triliyun, rencana pesawat presiden Rp. 800 miliar, anggaran plesiran SBY Rp. 1,173 triliyun, baju presiden Rp. 18 juta perminggu dan banyak lagi kebijakan yang tidak pro rakyat. Sedangkan untuk transportasi untuk perbaikan kereta api yang menjadi transportasi urgen rakyat pemerintah hanya mengeluarkan dana Rp. 20 triliun untuk lima tahun.
Begitulah bagaimana penguasa dan pemerintah tidak pro dengan rakyat, mereka hidup bersenang-sedang sedangkan 31 juta orang Indonesia hidup sangat miskin dibawah Rp. 7000/hari, 12 juta anak-anak Indonesia putus sekolah, 10% penduduk produktif menganggur, dan 100 juta lebih hidup miskin dan pas-pasan.
Sikap pemerintah ini sangat berbeda dengan para khalifah dulu. Bagi para khalifah, jabatan adalah amanah. Karena itu jabatan/kekuasaan benar-benar dimaksudkan untuk menunaikan yang menjadi hak rakyatnya. Bagi mereka martabat dan kehormatan justru terletak pada ketakwaan dan sikap amanah dalam ,emgurus rakyat, bukan pada kemewahan. Karena itu, kesederhanaan mereka tidak membuat mereka kehilangan martabat dan kehormatan. Wajar jika kisah kesederhanaan para khalifah kaum muslim pada masa lalu banyak menghiasi sejarah peradaban Islam nana agung ini. Imam as Suyuthi menuturkan dalam Tarikh Khilafa-nya tenang kisah kesederhanaan khalifah Umar binKhatab ra,. Misalnya, yang tidak pernah malu berpakaian dengan banyak tambalan, bukan denga kain yang sama, tapi dengan kain yang berbeda, bahkan dengan kulit hewan. Khalifah umar ra, juga biasa tidur nyenyak di atas hamparan pasir, dengan berbantalkan pelepah kurma disebuah kebun kurma, tanpa seorangpun pengawal. Namun, di balik kebersahajan itu, khalifah Umar dan para Khalifah kaum muslim itu mempunyai prestasi yang luar biasa. Mereka berhasil memakmurkan rakyatnya sekaligus menjadikan Islam dan Khilafah Islam memimpin dunia selama berabad-abad dengan segala kemuliaan dan keagungannya.
Saatnya Hentikan Musibah dan Khianat Penguasa dengan Menegakkan Hukum Allah
Ada dua kemungkinan diturunkannya musibah, yang pertama adalah ujian, ini di tujukan untuk orang-orang yang senantiasa beriman dan bertakwa kepada Allah. Ujian itu merupakan tahap peningkatan keimtaqannya. Kedua adalah musibah, ini di tujukan terhadap umat yang ingkar kepada Allah, sebagai peringatan agar mereka bertaubat.
Bila kita analisis segala kejadian yang terjadi tentu memiliki sebab dan akibat. Musibah yang terjadi adalah akibat dari keingkaran kita terhadap hukum-hukum Allah.
Kita sekarang itu di jajah melaui sistem yang dipakasakan, kita lihat segala keterpurukan tidak hanya terjadi pada satu aspek kehidupan tapi melingkupi seluruh aspek kehidupan baik ekonomi, budaya, sosia, pendidikan, hukum dll. Dan yang menjajah kita dalam kaum barat dengan ideologinya berupa sistem kapitalis sekularime. Sistem inilah akar dari segala problem yang terjadi pada umat Islam saat ini. Sistem ini memisahkan agama dari kehidupan sehingga membuat kita bersandar pada materi bukan berdasarkan aqidah. Padahal Islam mengajarkan kita agar tetap berpegang teguh terhadap al-Quran dan hadits.
Rasulullah bersabda: “Telah kutinggalkan untuk kalian dua perkara yang (selama kalian berpegang teguh dengan keduanya) kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah dan Sunnah-ku.” Diriwayatkan oleh Hakim (I/172), dan Daruquthni (hadits no. 149). Diriwayatkan oleh Hakim (I/172), dan Daruquthni (hadits no. 149).
Sistem ini juga mengajarkan kita untuk membuat hukum sendiri yang sangat bertentangan dengan Islam. Yaitu sistem demokrasi yang memiliki unsure kedaulatan berada ditangan rakyat, yang berarti manusia berhak membuat hukum atau aturan sendiri.
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” [QS Al Maa'idah 47]
Inilah sistem yang harus kita rubah, karena Allah akan memberikan keberkahannya kepada kita.
“Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (QS.Al A’Raf:96)
Dalam sistem Islam dibawah naungan Daulah Khilafahlah kita akan menemukan keberkahan hidup.Sebaliknya, jika kita berpaling dari peringatannya, maka allah akan memberikan kesempitan kepada kita.
“Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta".(QS. Thaha:24)
ya Allah saksikanlah aku sudah menyampaikan
by. Aqila Fikriya 13/11/2010
disampaikan pada K M R
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Blog Indahnya Berbagi
0 komentar:
Posting Komentar