“KEKERASAN ATAS NAMA AGAMA”Menurut pemateri kekerasan terjadi karena tiga hal; yaitu segi ideologis, politis dan ranah pasar.
Pemateri : Ahmad Syadzah, M.Hum.
25 Mei 2012
Kekerasan yang sering terimage negative pada Islam selalu terjadi ditambah lagi dengan adanya ormas yang bertindak anarkis serta melakukan pengancaman dalam beramar ma’ruf nahi munkar. Menurutnya ini justru jatuh dalam segi politis, karena bisa jadi ormas tersebut menjalin hubungan erat dengan pihak kepolisian. Kita tahu bahwa ketika polisi berhasil menangkap oknum-oknum (aktivis anarkis) maka ada promosi pangkat yang didapat polisi. Jadi ini merupakan proyek kepolisian. Inilah yang disebut segi politis.
Bagi pemateri tidak ada ormas atau ulama yang murni berjuang untuk islam, lihat saja da’i-da’i yang tampil di TV sekarang bahkan makin terkenal sebagai model iklan.
Seharusnya kaum muslimin harus bersikap elegan dalam bersikap atau melakukan dakwah misalnya lobi dengan DPR, demonstrasi atau menyampaikan aspirasi lewat media massa. Jangan hanya menjadi objek bulan-bulanan media.
Menganggapi pertanyaan-pertanyaan peserta, pemateri mengungkapkan bahwa kekerasan atas nama agama memang sudah ada sejak zaman kekristenan dan pasca khulafurasyidin. Peritiwa perang shiffin dll.
Ormas dan anarkis itu ada karena Negara absen dan tidak tegas dalam menanggapi permasalahan yang ada, sebuah kewajaran bahwa terjadi hal seperti ini.
Dialog Publik "TINJAUAN KRITIS TERHADAP RUU GENDER"Substansi masalah:
Selasa. 29 Mei 2012
Auditorium IAIN Banjarmasin
Pembicara:
- Norlaila (Pusat Study Gender)
- Wawan Wirawan (Perwakilan DPRD)
- Deden Koeswara (DPD 1 Hizbut Tahrir)
Menurut HTI, kontroversi rancangan UUD RUU KKG menjadi masalah karena menyamakan laki-laki dan perempuan. Padahal ketika berpakaian laki-laki dan perempuan dibedakan, batas auratnya juga berbeda. Secara fitrah laki2 dan perempuan berbeda tidak bisa dipaksa sama. Dalam Islam yang wajib bekerja adalah laki-laki bukan perempuan, ketika perempuan bekerja maka Allah menentukan hukum sendiri. Hak waris bisa berpotensi digugat jika UU ini benar-benar diterapkan. Jika RUU ini benar-benar konsisten maka cuti haid ataupun cuti hamil bagi perempuan seharusnya tidak ada.
Pertanyaan moderator untuk perwakilan DPRD: Betulkan apakah yang disinyalir dari implementasi KKG seperti yang disampaikan pak Deden?
Gender adalah tipe atau jenis perempuan dan laki-laki yang menunjukkan perbedaaan dalam konteks sosial dibentuk secara sosial yang di kontruksikan secara sosial. Tidak cenderung pada bentuk fisik. Mengapa RUU ini lahir, agar memenuhi kuota 30 % pada caleg. Kuota itupun belum terpenuhi oleh perempuan. Perdebatan terjadi karena sebagian orang berpikir RUU ini mutlak merupakan terjemah dari peretemuan di Denmark. Perempuan masih mengalami diskriminasi dalam berbagai bidang, rancangan ini tidak bertentangan dengan yuridis Negara, karena Negara berdasarkan pancasila.
Menurur Ibu Norlaila dari PSG Antasari Banjarmasin, janganlah melihat RUU ini terlalu berlebihan, lihatlah RUU KKG apa adanya, karena RUU ini terkait dengan agama namun hanya dalam bidang sosial saja. Melihat konsep perbedaan laki-laki dan perempuan harus dari status sosial, kebutuhan praktis, dan reproduksi manusia.
Reproduksi beda antara laki-laki dan perempuan, ini tidak mungkin bisa disamakan. Terkait juga aurat.
Dari segi kebutuhan praktis ada batasan akses, partisipasi perempuan, inilah yang jadi sasaran RUU KKG.
Menanggapi kedua pembicara, Deden Koeswara menyatakan bahwa RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender bertentangan dengan Islam dalam masalah waris, imam sholat, dll. RUU ini juga tidak memiliki unsur UU yg baik dalam persfektif hukum. Pada bagian MENIMBANG tidak terpenuhi unsur filosofis, selain ada unsur yuridis dan historis. RUU Gender sebenarnya bertentangan dengan UUD 1945, bahwa setiap warga negara berhak memeluk agamanya dan diberikan persamaan yg sama dihadapan hukum. Permasalahan diskriminasi perempuan bukan karna budaya dan sosial tapi karna kesalahan sistem aturan, sehingga solusi yg diperlukan adalah mengubah sistemnya yaitu sistem kapitalis sekuler menjadi sistem Islam dengan memberi pemahaman kepada masyarakat bahwa hanya Islam solusi terbaik atas diskriminasi perempuan.
Tanggapan-tanggapan:
Kita paham bahwa bunyi RUU KKG “Gender adalah pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya yang sifatnya tidak tetap dan dapat dipelajari, serta dapat dipertukarkan menurut waktu, tempat, dan budaya tertentu dari satu jenis kelamin ke jenis kelamin lainnya.” (Pasal 1:1, Draft RUU-KKG)
Itulah definisi Gender yang diberikan oleh Draft RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU-KKG) produksi DPR RI. Itu memang draft sementara. Tetapi, definisi Gender semacam itu memang sudah lazim digunakan sebelumnya. Hiruk-pikuk RUU KKG hanyalah rangkaian panjang dari upaya kaum feminis untuk mengejar kesetaraan nominal 50:50 antara laki-laki dan perempuan di seluruh bidang kehidupan, baik di rumah maupun di luar rumah.
RUU yang multitafsir ini sangat berpotensi menyerang fiqh dan hukum Islam, seperti waris, ketaatan istri terhadap suami dll. Maka tidak berlebihan ketika RUU ini selalu di gugat, karena memang bisa menghancurkan keluarga muslim.
Urusan sosial sendiri merupakan bagian dari agama. Karena Islam mengatur semua aspek kehidupan, jadi tidak bisa dipisahkan antara aspek sosial dengan aspek Oslam sebagai agama. Walaupun saat ini dinyatakan bahwa RUU ini takkan terkait dengan agama, namun pada faktanya belum dijadikan UU saja kita melihat bagaimana ekstrimnya para pengusung ide gender ini berulah dari beraninya salah satu dari mereka menjadi imam shalat, sholat hingga salah satu tokohnya di negeri ini membolehkan kawin sejenis dan nikah tanpa wali. Jadi telah terbukti bahwa RUU ini sangat berpotensi merusak Islam dan hukum-hukumnya.
Walaupun ada ada sisi positifnya, apakah RUU ini bisa menjamin kesejahteraan perempuan sedangkan sistem Negara ini masih menganut kapitalisme yang terbukti telah gagal mensejahterakan umat termasuk perempuannya. Jadi buat apa kita masih memperjuangkan ide gender dalam RUU KKG yang terbukti gagal di barat sana, bahkan membuat sebagian besar perempuan depresi. Sebenarnya kita sudah memiliki Islam yang pasti menjamin kesejahteraan bukan hanya perempuan tapi umat seluruhnya. Namun kesejahteraan ini hanya bisa di dapat jika Islam diterapkan dalam sebuah Negara yang memayunginya. Khilafah Islamiyah.
DIALOG INTERAKTIF
BADAN KORDINASI HMI KAL-SEL-TENG
“KONSEP NEGARA ISLAM, NEGARA SEKULAR, NEGARA PANCASILA”
Pemateri:
1.Bayani Dahlan (Perwakilan MUI)
2. H.M Syarbani Haira (Perwakilan NU)
3. Perwakilan PW Muhammadiyah
4. Zainal Fikri (Akademisi)
Menurut Pak Bayani Pancasila tidak terdapat dalam Al Qur’an namun nilai-nilai pancasila tidak bertentangan dengan Al Qur’an. Sila-sila dalam pancasila sendiri diambil dari kata-kata bahasa Arab, misalnya, adab, adil, hikmah dll.
Sedangkan menurut Pak Syarbani dalam makalahnya, mengutip tiga aliran tentang hubungan Islam dengan Negara. Pendapat yang pertama menyatakan Islam bukan semata agama, melainkan sesuatu yang sempurna, lengkap mengatur segala aspek kehidupan manusia termasuk bernegara (Hasan al Banna, Sayyid Qutb, Rasyid Ridha, Al Maududi), sedangkan pendapat yang kedua menyatakan Islam adalah agama, tak ada hubungan dengan masalah kenegaraan. Aliran ini berpendapat bahwa Muhammad SAW murni penyeru amar ma’ruf nahi munkar (ini sejalan dengan penilaian Barat). Pendapat yang ketiga menolak pendapat Islam agama yang lengkap. Juga menolak pendapat barat yang menyebut Islam hanya mengatur manusia dengan Tuhan saja. Mereka berpendapat, dalam Islam ada seperangkat nilai etika bagi kehidupan kenegaraan (Husein Haikal, dalam Hayatun Muhammad dan Fi Manzail al Wahyi).Menurutnya gambaran konsep Negara Islam sendiri tidak jelas karena sepeninggal Rasulullah tidak terdapat pola pengangkatan khalifah atau kepala Negara yang baku. Oleh karena itu Indonesia memilih menjadi Negara pancasila yang dianggap menghubungkan keduanya, dan tak dapat dipisahkan.
Dalam perpolitikan terjadi perdebatan bagaimana bentuk negara Indonesia sendiri, pada tahun 1936, Muktamar NU ke-29 di Situbondo memutuskan pancasila adalah bentuk final. Walaupun akhirnya bermunculan konsep Negara islam yang diusung oleh NII, gerakan di Aceh, Kahar Muzakkar di Sulawesi, Ibnu Hajar di Kalimantan, perdebatan di parlemen, gerakan transnasional hingga gerakan local. Gerakan-gerakan ini tentunya bisa merubah bentuk Negara. Toh sampai hari ini mayoritas penduduk negeri 88% sepakat dengan Pancasila sebagai dasar Negara.
Kegagalan konsep Negara Islam bisa dilihat dari gagalnya partai Islam memenangkan pemilu dan cenderungnya umat memilih partai nasionalis. Tanpa Negara Islam pun ternyata umat Islam masih bisa memasukan beberapa hukum Islam dalam UU. Sejak Indonesia merdeka tidak ada UU yang berlawanan dengan substansi Islam termasuk semua bidang kehidupan. Namun jika pilihan untuk merubah Negara ini tetap dilakukan maka tidak menutup kemungkinan hancurnya negeri ini dan konflik yang tiada henti.
Sedangkan menurut Zainal Fikri yang merupak lulusan luar negeri ini menyatakan bahwa konsep Negara Islam ini adalah masalah furu’ (sambil memperlihatkan dua pendapat ulama yang menjadi referensinya). Islam tidak bisa menjawab semua permasalahan yang ada, sebut saja Iran dan Mesir, bahkan masih menyisakan masalah. Dalam pertambangan saja tidak ada konsep Islam yang mengaturnya, sehingga Negara Islam tidak bisa di jadikan solusi.
Tanggapan KPSI (Komite Penegakkan Syariat Islam): Islam membina pemuda Islam, membina keluarga muslim, membina masyarakat muslim, membentuk syariat Islam. Jangan berislam dengan otak saja.
Tanggapan DPD 1 HTI: Pancasila itu ideologi multitafsit, ketika era Soekarno ia terseret ideology komunis, masa Soeharto menjadi Kapitalis dan masa SBY menjadi liberalis. Jadi Pancasila yang mana yang bisa dijadikan pijakan. Sedangkan Islam memiliki model ideal sebagai suatu Negara yaitu kekhilafahan yang berbeda dengan monarki, republik, parlementer atau demokrasi yang menjadikan suara rakyat sebagai suara Tuhan.
Sistem pemerintahan Islam tegak di atas empat pilar: (1) Kedaulatan milik syariah, bukan milik rakyat; (2) Kekuasaan berada di tangan rakyat; (3) Mengangkat satu orang Khalifah fardhu atas seluruh kaum Muslim; (4) Hanya Khalifah yang berhak mengadopsi hukum syariah dan menetapkan konstitusi.
Islam memiliki aturan yang sangat sempurna, bankan dalam pertambangan yang tadi disebutkan bahwa tidak ada konsep pertambangan dalam Isla, justru salah. Karena dalamIslam disebutkan bahwa air, padang rumput dan api (termasuk barang tambang, bahan bakar, sda) diatur dalam perekonomian Islam. Sistem islam juga mengatur pola pengangkatan Khilafah dengan cara bai’at.
Khilafah itu kewajiban dan janji Allah dan Rasulnya, “…kemudian akan datang kekhilafahan dengan jalan kenabian”
Tanggapan kedua dari peserta menyatakan bahwa pernyataan para pemateri tidak berdasarkan dalil dan fakta yang ada, dengan berapi-api beliau menyampaikan dengan berbagai fakta yang ada bagaimana Pancasila sampai sekarang hana bergelut dengan permasalahan yang tak pernah tuntas, bahkan terkesan negeri ini bisa lebih sekular dari Negara secular sekalipun.
Tanggapan ketiga menyatakan bahwa Negara Cina dengan komunisnya bisa memberantas korupsi, dan kita tahu Negara ini hanya bisa beretorika dan pencitraan saja.
Tanggapan keempat mengutarakan bahwa mayoritas ulama sepakat sepakat akan kewajiban mengangkat Khilafah, imamah atau amirul mukminin. Hanya 1 persen ulama yang tidak sepakat. Sedangkan menurut Imam Nawawi perbedaan hanya terjadi pada masalah siapa yang akan menjadi pengganti Rasulullah pasca wafat bukan pada masalah wajibnya mengangkat seorang Khalifah.
Tanggapan dari peserta perempuan, yang pertama menyatakan pro dengan Pancasila, baginya pancasila sesuai saja dengna Negara Islam. Konsep Ketuhanan yang maha Esa merupakan penengah pendapat dari berbagai agama yang ada. Dan peserta terakhir mempertanyakan sumber akan claim bagaimana bisa pemateri menyatakan bahwa 88 % umat Islam sepakat pancasila sebagai dasar Negara sedangkan pernah beredar survey yang mneyatakan sebanyak 80 % mahasiswa memilih syariah sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara, sisanya 15,5 % memilih sosialis, dan 4,5 % masih percaya dengan Pancasila (hasil survey aktivis gerakan nasionalis pada 2006 di UI, ITB, UGM, UNAIR, dan UNIBRAW, Kompas,4/3/’08).
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Blog Indahnya Berbagi
0 komentar:
Posting Komentar