Mad’u tiba-tiba
membatatalkan janji. Sms-nya tidak kubalas lagi takut amarahku keluar.
Astagfirullah, kesal juga seh, ingin sekali marah-marah. Mungkin ini
juga yang dirasakan oleh pembinaku dahulu, suka membuat beliau kesal
karena ulahku. Ingin marah, tetapi itu bukan sikap baik dan bukan pula
sikap pemenang. Kata Imam Ghazali jihad itu adalah mengalahkan hawa
nafsu dan orang kuat menurut hadits adalah "Bukanlah orang kuat itu
orang yang bisa memenangkan pertarungan.Namun orang kuat adalah yang
bisa mengendalikan diri dikala marah"(HR.AL BUKHARI). Jadi, kemenangan
itu bisa diraih dengan mengalahkan marah (hawa nafsu) melalui kesabaran.
Sepanjang jalanku, menuju rumah siswa privatku marahku masih belum
reda. Sambil merenung kuberpikir, sungguh berbeda antara generasi
sekarang dengan generasi awal Islam. Dimana para sahabat ketika
mendengar seruan Allah dan RasulNya mereka bersegera melaksanakannya,
tidak banyak alasan dan mereka hanya berkata “sami’na wa atha’na”
(kami dengar dan kami taat). Wajar mereka selalu dijanjikan surga dan
mudah menggapai kemenangan. Lalu bagaimana dengan kita?
Akhirnya sampai juga dirumah dua siswa anak SLTP ini, kebetulan
mereka dua saudara, laki-laki dan perempuan. Sejak pertama kali mengajar
dua anak ini aku agak heran, rumahnya berantakan dan mereka seperti
tidak terurus. Maka sebelum belajar, aku mencoba mengakrabkan diri ,“
De, dimana orangtua kalian?” tanyaku pada Dea, Kakak dari Aji.
“Dikamar” katanya.
“Hmm, mungkin ibu dan ayahnya sedang beristirahat dikamar” pikirku
tak bertanya lagi. Dan aku berpikir mungkin karena mereka baru pindah,
jadi tak sempat beres-beres dan memasang foto keluarga.
Agak aneh seh, sepanjang pengalamanku mengajar privat, biasanya
pertama kali mengajar aku disambut orangtuanya, baik basa basi untuk
sekedar berkenalan atau membicarakan bagaimana prestasi belajar siswa
yang akan aku ajar. Tapi kali ini berbeda, tak ada sambutan, tak ada
cemilan dan tidak ada perkenalan dengan orangtua. Hehe.. heran karena
biasanya ada kebiasaan seperti itu dulu sebelum memulai privat. Bahkan
pernah mengajar sambil disuguhi makanan enak, orangtua si siswa selalu
buat masakan, betah sekali soalnya masakannya enak banget, apalagi
sore-sore saat cacing sedang demo di perut. Pulang kerumah dah kenyang.
Alhamdulillah yah.:)
Akhirnya malam ini aku baru tau kalau mereka tidak memiliki sosok ibu
karena ada selembar surat kependudukan terbentang diatas meja.
Didalamnya ada list anggota keluarga, ada nama ayah mereka dan nama
mereka berdua, tidak ada nama ibu mereka disana. Terjawab pertanyaanku
kenapa dari kemaren aku tidak pernah melihat ibu mereka, aku ingin
sekali bertanya kemana ibu mereka, meninggalkah atau bercerai dengan
ayahnya. Tapi aku mengurungkan niatku. Mungkin ini pertanyaan yang tidak
sopan, lebih baik aku fokus saja dengan tugasku. Mengajar.
Sepanjang perjalanan pulang aku kembali merenung, aku kasihan dengan
dua anak itu, pantas saja dia memintaku untuk mencarikan guru private
hampir semua matpel. Mungkin karena tidak ada sosok ibu yang mengajar
mereka ketika dirumah ditambah lagi mereka bersekolah di SBI (sekolah
berstandar internasional) yang kutahu sekolah itu adalah sekolah yang
terbaik tingkat SMP dikotaku. Ingin rasanya aku memperhatikan mereka
seperti adikku sendiri karena begitu terlihat bagaimana mereka kurang
perhatian, tapi kulihat mereka bukan anak nakal seperti kebanyakan anak
lain yang keluarganya tidak lengkap. Mungkin suatu saat mereka akan
kuajak ke acara Lembaga Dakwah Sekolah biar mereka tak salah arah.
Dari kejadian ini aku mencoba mengambil hikmah bahwa aku adalah orang
yang sangat beruntung, mempunyai keluarga lengkap, orangtua yang baik
dan pengertian, rumah yang layak, pendidikan yang terpenuhi, ekonomi
yang berkecukupan, serta sahabat/saudara/teman-teman yang tulus, ikhlas
dan bisa menjadi penopang saat suka dan duka. Lalu masihkah aku tak
bersyukur dan enggan taat pada syariah Allah? Tsumma
astagfirullahaladzim.
Mengaca pada diri sendiri, hanya karena ditolak dakwah saja marah,
dibatalkan janji kajian oleh mad’u saja sakit hati, dimarahi sedikit
saja ngambek, diminta mengerjakan satu amanah ringan saja masih
berat, dipecat baru tiga hari kerja saja sudah berlinang air mata.
Hmm…orang yang begini mau jadi pemenang, pejuang dan perindu surga.
Minggir deh….tata lagi tuh niat!
Ya Rabbi, bantuku meluruskan niat, meningkatkan iman, menggali ilmu
agamaMu, memperbagus syaksiyah, loyal dengan syariahMu, sabar atas
cobaanMu serta menguatkan diri untuk ikhlas berjuang dijalanMu.
Banjar, Kamis 20/9/2012.